Depth Reporting tentang kasus Pencopetan di Angkutan Umum
Latar Belakang
Beberapa kasus kriminal yang saat ini sering terjadi di Indonesia memang sangat meresahkan bagi masyarakat. Kasus kriminal seperti perampokan dan pencopetan memang rawan sekali terjadi ditempat-tempat umum, seperti di terminal bus, ataupun stasiun kereta api. Bahkan sering juga terjadi di atas kendaraan umum seperti bus, kereta api, bahkan pada angkutan kota. Belum ada yang bisa ditangani sepenuhnya oleh aparat kepolisian, menangani kasus perampokan atau pencopetan di dalam kendaraan umum seperti pada kereta api, angkutan umum yang murah memang memerlukan penanganan yang ekstra dari para aparat. Pasalnya, kelompok mereka sangat banyak dan sulit sekali dilacak. Walaupun demikian, pihak aparat kepolisian tidak hanya berpangku tangan saja menghadapi persoalan seperti ini, meskipun penanganan lebih kongkrit dan tegas belum dilakukan aparat sepenuhnya.
Kasus seperti perampokan dan pencopetan di dalam kereta api, sebagai angkutan yang murah memang sudah menjadi polemik yang berkepanjangan. Walaupun aparat yang berwajib sudah mencoba meminimalkan kasus-kasus kriminal tersebut, dengan cara lebih menjaga keamanan di tempat-tempat umum, namun dalam kenyataanya benar-benar sangat sulit diberantas sampai tuntas. Tidak bisa dipungkiri, bahwa mereka terbentuk dari beberapa sindikat dan kelompok. Kalaupun ada yang sudah berupa individu, mereka adalah termasuk yang profesional, sehingga seperti apapun pencariannya akan tetap sulit sekali dilacak. Setiap minggunya, mereka berkumpul untuk merundingkan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan. Jika ada salah satu anggota dari mereka yang tertangkap, maka kelompok sindikatnya itu akan segera menebus dengan sejumlah uang pada aparat polisi. Jika kasus tersebut belum sampai pada kejaksaan, maka kasus tersebut akan gampang sekali ditebus, walaupun saksi, korban dan bukti sudah lengkap ditangan polisi. Jika seperti ini, sama saja akan terjadi kasus seperti itu terus-menerus. Karena pelakunya akan tetap saja berkeliaran dan akan tetap melakukan perbuatan itu. Sehingga kasus kriminal yang meresahkan masyarakat akan tetap terus terjadi.
Penulis ingin memberikan informasi kepada pembaca. Khususnya para masyarakat umum, agar mengetahui praktek dan kinerja para pelaku pencopetan di dalam kereta api, sebagai angkutan yang tergolong murah daripada angkutan-angkutan umum yang lain, sekaligus modus yang digunakan. Sehingga masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam menggunakan alat transportasi tersebut. Oleh karena itu pada bab selanjutnya akan dijabarkan pembahasan tentang pelaku pencopetan dan modusnya lebih lanjut.
Laporan
Wajahnya menandakan kepuasan yang mendalam, setelah dia berhasil lolos pada kejaran aparat kepolisian yang terus saja mengejarnya tanpa lelah. Sekali lagi, lokomotif tempatnya berbuat kejahatan sekaligus tempatnya mencari nafkah menolong lagi untuk kesekian kalinya. Aparat kepolisian itu terjebak oleh jalannya kereta api yang tiba-tiba muncul dengan kencangnya. Memberikan kesempatan pencopet itu untuk melarikan diri. Dengan wajah pucat pasinya, remaja itu bersembunyi diseberang lokomotif tua yang sudah tidak terpakai lagi, dengan segera dia mengatur nafasnya normal kembali. Aku mencoba mendekatinya perlahan, memberikannya sebotol aqua dan sebungkus rokok. Dengan wajah sedikit curiga, dia mencoba menolak dan berpaling. Namun keadaan memaksanya untuk tetap berada disitu. Dia tidak bisa pergi kemana-mana lagi, karena aparat polisi masih berjaga di sekitar wilayah tersebut. Akhirnya, mau tidak mau dia harus menunggu aparat polisi itu pergi dan mengambil sebatang rokok yang kuberikan untuk mengembalikan nafasnya, agar terlihat lebih rileks kembali. Untuk sesaat, aku memberikannya sedikit waktu untuk mengembalikan emosinya stabil. Tak ada kata yang keluar dari mulut remaja itu, dia diam sambil menghisap rokok yang kuberikan tadi. Setelah beberapa lama, dia baru bicara, bertanya apa maksud kedatanganku dengan memberikan rokok dan minum. Aku segera memperkenalkan diri, dan mulai mengutarakan apa maksud dan tujuanku sebelumnya. Dia mengangguk perlahan, dan tersenyum. “Apa imbalan yang bisa kudapat, jika kubisa memberikan informasi yang kamu inginkan?” kata remaja laki-laki itu. Aku mencoba memberikan pilihan jawaban, yang sudah pasti dia akan setuju. Dan tidak salah lagi, dia benar-benar menyetujuinya, transaksi kecil yang kami sepakati berujung dengan jabat tangan tanda deal kesepakatan. Aku segera pergi, dan setelah itu, tidak begitu lama segerombolan remaja mendekatinya, dan mengajaknya berlalu.
Dari wawancara yang diperoleh dari remaja itu Teguh, 20, warga kec Talun Blitar, diketahui bahwa pelaku pencopetan itu terdiri dari beberapa kelompok ataupun sindikat. Kelompok dan sindikat mereka sangat kuat dan berada di mana-mana, lebih banyak yaitu di sekitar stasiun kereta api. Walaupun mereka tidak hanya beroperasi di dalam kereta api saja, namun juga pada tempat-tempat umum yang lain. Seperti pada pasar-pasar tradisional, konser-konser musik, dan tempat-tempat umum yang ramai. Setiap kelompok atau sindikat dari mereka mempunyai tempat berkumpul, atau markas untuk membicarakan strategi-strategi yang akan dilakukan selanjutnya. Setiap dari kelompok ataupun sindikat, mereka terdiri dari beberapa anggota tetap, maupun anggota tidak tetap. Anggota yang tidak tetap itu berarti mereka bisa melepaskan diri, ataupun pindah dengan kelompok atau sindikat-sindikat yang lain. Jika berupa sindikat, mereka beranggotakan jumlah lebih banyak, yang terdiri dari 25-30 orang. Rata-rata usia mereka tidak sama, jika sudah menjadi senior, usia mereka rata-rata lebih tua dibandingkan dengan juniornya. Yang turun kelapangan lebih banyak para juniornya saja, dibagi menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5-7 orang. Namun yang aktif melakukanya hanya 2-3 orang saja, dan yang lain hanya menghalang-halangi korban untuk lolos. Mereka lebih banyak beroperasi didepan-depan pintu kereta, disaat ada penumpang yang masuk dan keluar. Tidak hanya dompet yang mereka incar, namun juga barang-barang berharga lainnya seperti handphone, gelang, dan kalung. Mereka beroperasi pada hari-hari libur, seperti pada waktu hari sabtu, minggu, maupun hari-hari besar yang lain. Dalam satu hari, mereka bisa beroperasi sampai 2-3 kali, diperoleh rata-rata setiap hari sekitar 4-5ratus ribu. Bahkan kalau mujur, bisa mendapatkan 1-1setengah juta sehari dan hasil itu dibagi oleh berapa jumlah mereka saat itu. Ketua mereka mendapatkan bagian yang paling banyak karena yang mendominasi pemberian strategi adalah ketua, walaupun dalam prakteknya, si ketua tidak ikut turun tangan. Menurut Teguh, hasil seperti itu bisa saja menjadi kurang karena jika ada satu dari anggota sindikat tertangkap, maka mereka juga harus menebus dari tangan polisi dengan harga 3-4 juta. Jika sudah seperti itu, biasanya ketua lebih bertanggung jawab. Heru, 38 mengaku, sudah 15 tahun menjadi ketua dari komplotan mereka. Di sini, dia sangat disegani oleh pengikutnya. Awalnya, dia tidak menyangka jika dia akan berprofesi seperti itu, yatim piatu sejak kecil, dan akhirnya bergaul dengan orang-orang seperti mereka. Kelompok sindikat ini, awalnya terdiri dari beberapa anggota saja, lalu banyak yang bergabung dan menjadi kelompok dengan banyak anggota yang bisa disebut sindikat seperti sekarang ini. “aku iso mrintah seseneng ku”, tuturnya bangga. Walaupun tetap dengan tanggung jawab berat jika anggota kelompoknya ada yang tertangkap. Dia juga siap-siap mengusir para kelompok atau sindikat lain yang mangkal didaerahnya. Bahkan pernah terjadi perkelahian yang berkepanjangan antar gank, sehingga banyak yang terluka waktu itu. Namun akhirnya bisa kembali damai setelah salah satu diantara mereka ada yang mengalah dan bergabung. Namun lain halnya dengan pelaku pencopetan yang hanya merupakan kelompok saja, jika ada salah satu anggota dari kelompok mereka tertangkap, maka anggota yang lain cenderung egois dan tidak akan menebus ke kepolisian, hanya beberapa minggu sekali dijenguk di LP. Dedi, 15, salah satu anggota dari kelompok gank tersebut menjelaskan bahwa modus yang dilakukan oleh para pelaku yang berupa kelompok juga tidak jauh beda dengan yang berupa sindikat. Tetapi anggota kelompok itu didominasi oleh lebih banyak kalangan remaja usia 15-20 tahun, yang hasil pandapatannya hanya digunakan untuk bersenang-senang dan foya-foya saja. “saya cuma ikut-ikut saja mbak, daripada gak ada kerjaan”, tutur Dedi. Diantara mereka juga sering tertangkap oleh aparat, bahkan teman satu kelompok dedi sudah 3 kali keluar masuk penjara. Ada yang sampai sekarang masih mendekam di dalam tahanan, namun juga sudah ada yang lolos karena ditebus oleh teman atau keluarganya. “banyak wajah-wajah yang sama setiap ada yang tertangkap, dengan kasus kriminal tersebut”, tutur Agus Mashuri. Kepbripol tersebut menjelaskan, ada salah satu dari kelompok mereka yang mungkin sengaja menjerumuskan temannya, agar yang lain bisa lolos. Buktinya adalah setiap ada penangkapan tentang kasus tersebut, kebanyakan adalah orang yang sama. Walaupan tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya ada “orang-orang dalam” yang terlibat atas kebebasan mereka.
Menurut Haryono, 34, penjual asongan, warga Tarik Sidoarjo, memang semua orang yang berada di dalam kereta, khususnya yang mengais rejeki di dalam kereta baik pengamen, penjual asongan ataupun para pengemis mengetahui tentang komplotan dan kelompok mereka. Bahkan bapak 2 anak ini, yang tahu dengan mata kepala sendiri tentang bagaimana mengambilnya, tidak berani menolong atau lapor pada aparat. Itu dikarenakan posisi dan jumlah para pelaku itu sangat kuat. “bisa-bisa saya babak belur kalau sampai menolong korban mbak”, kata tukang asongan itu. Jadi yang bisa dilakukan saksi hanya diam saja untuk menyelamatkan diri sendiri. “wong kita ini kan sama-sama nyari duit to mbak, walaupun mereka nyari duitnya dengan cara yang salah”, tuturnya lagi. Kecuali kalau memang disitu sudah ada banyak saksi yang siap untuk menolong jika salah satu saksi akan dihajar oleh komplotan tersebut. Seperti pada kasus 8 juni 2008 lalu, di stasiun Semut Surabaya, telah terjadi penganiayaan seorang pengamen oleh para pelaku pencopetan. Kasus ini berawal dari salah seorang pengamen mencoba menghalang-halangi pelaku pencopetan yang mencoba kabur dengan membawa dompet seorang korban ibu-ibu setengah baya. Merasa si pengamen sedang mencoba menghalang-halangi langkahnya untuk kabur, maka pencopet itu melukai leher pengamen dengan sebuah pisau kecil yang dikeluarkan dari saku celananya Untung saat itu segera ada aparat kepolisian yang datang dan pelaku beserta korban segera diamankan, tentu saja juga bersama dengan saksi mata dan bukti yang ada. Namun kejadian itu tidak hanya berhenti sampai disitu saja, beberapa hari kemudian, pelaku pencopetan itu akhirnya berhasil lolos dengan jaminan uang 3 juta yang ditebus oleh temannya. Korban yang luka di lehernya saja belum mengering, namun pelakunya sudah bebas dan berkeliaran lagi. Kasus kriminal semacam itu akan mudah lolos jika belum sampai kekejaksaan umum, dan tentu saja, sejumlah uang tebusan yang diberikan itu akan dikantongi sendiri oleh aparat yang terkait. Waktu saya meminta konfirmasi kepada petugas tentang masalah tersebut, mereka hanya menjawab “tidak cukup bukti dari mereka, dan terjadi penangguhan penahanan”, tutur Brigadir polisi Andy.S. “penangguhan penahanan yang diberikan pada pelaku itu, dikarenakan hanya ada satu saksi mata dan belum terlalu banyak bukti”, tuturnya lagi. Jelasnya, para aparat bisa saja menangkap pelaku tindak kriminal tersebut jika sudah ada 2 orang saksi atau lebih, dan beberapa barang bukti. Dia juga mengaku, sering sekali memergoki para pelaku itu melakukan aksinya didalam kereta api, namun saya juga hanya diam saja karena jumlah mereka yang banyak, dan saya hanya sendirian.
Menurut petugas KA, Mardi, 45, warga desa Ngunut kabupaten Tulungagung, di dalam kereta api sebenarnya sudah ada aparat tersendiri, memang belum seluruhnya disediakan fasilitas tersebut, namun sebagian besar sudah teralisasikan. Bahkan dalam waktu mendatang, akan ada penambahan fasilitas, yaitu tidak ada lagi penjual asongan dan pengamen yang boleh berjualan di atas kereta api. Walaupun seperti itu, bukan berarti tindak kriminal di dalam kereta akan berhenti juga. Di dalam kereta eksekutif bisnis jurusan Malang-Jakarta misalnya, walaupun di dalamnya ada aparat ketat serta tidak sembarang penumpang dapat masuk, masih sering dijumpai para pelaku pencopetan yang beraksi. Mereka lebih pada perseorangan atau individu yang lebih berpengalaman dan profesional. Target mereka hanya pada satu korban, cara meloloskan diri mereka juga tergolong berbahaya. Dengan cara melompat dari dalam kereta yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi. “ya ada taktik tersendiri supaya jatuh tidak sakit mbak”, ungkap Didik, pelaku. Setiap aksinya, dia bisa mencapai target sekitar 1-3juta namun hanya pada waktu dan hari-hari tertentu saja. Kadang juga sebulan sekali untuk pekerjaan sambilan “untuk makan anak istri mbak”, akunya polos. Dia mengaku bahwa melakukan pekerjaan itu sudah 10 tahun, awalnya cuma ikut-ikut komplotan seperti itu saja, akhirnya bisa melakukannya sendiri, dan keluar dari komplotan tersebut. “Kalaupun tertangkap, itu sudah resiko yang harus saya tanggung sendiri mbak”, tuturnya lagi. Dia mengaku pernah tertangkap basah oleh korbannya, waktu itu korban tetap membuntuti kemana dia pergi karena merasa tidak nyaman lagi, akhirnya mengembalikan apa yang pernah dia curi waktu itu dan meminta maaf.
Pelaku tindak kriminalitas seperti itu akan tetap selalu ada jika belum ada tindakan tegas dari aparat. Seharusnya apapun tindak penyelewengan hukum yang terjadi pada masyarakat, haruslah ditindak tegas oleh aparat kepolisian. Bagaimana usaha pemerintah untuk menyejahterakan masyarakatnya lebih daripada janji-janji semata. Adalah hak para masyarakat umum, untuk lebih mengetahui praktek dan kinerja para pelaku pencopetan di dalam kereta api, sebagai angkutan yang tergolong murah daripada angkutan-angkutan umum yang lain, sekaligus modus yang digunakannya. Sehingga mereka bisa lebih berhati-hati lagi jika menggunakan alat transportasi umum tersebut. Walaupun mereka tidak hanya beroperasi di dalam angkutan kereta api saja, namun juga pada tempat-tempat umum yang lain. Seperti pada pasar-pasar tradisional, konser-konser musik, dan tempat-tempat umum ramai yang lain. mereka terbentuk dari beberapa sindikat dan kelompok. Kalaupun ada yang sudah berupa individu, mereka adalah termasuk yang profesional, sehingga seperti apapun pencariannya akan tetap sulit sekali dilacak. Oleh karena itu, bagaimana masyarakat lebih menjaga diri dan barang bawaan mereka.